24 Oktober 2008

Refleksi Gerakan Perjuangan Perempuan di Indonesia

Oleh : Edy Wahyu Kurniawan*

DISKURSUS tentang kaum perempuan, akan segera melintas di benak kita seiring maraknya kasus diskriminatif dan ketidak adilan banyak terjadi pada kaum perempuan. Banyak hal yang menjadi latar belakang munculnya perjuangan kaum perempuan, diantaranya banyaknya diskriminasi atas hak berpolitik, ketidakadilan dalam struktur ekonomi, budaya yang akhirnya dari kesemuanya tereduksi untuk mendapatkan hak yang sama sebagai manusia. Sejarah gerakan perjuangan perempuan dimulai pada pertengahan abad 19. Emansipasi persamaan hak serta penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan menjadi landasan perjuangan mereka. Asumsi inilah yang kemudian menjadi dasar dari gerakan perjuangan perempuan yang pada masa kini lebih dikenal dengan sebutan gerakan feminisme.Gerakan perjuangan perempuan mulai kuat dan meluas ketika memasuki abad 20. Kondisi kehidupan yang serba tertekan menumbuhkan kesadaran kaum perempuan terhadap kemampuannya untuk terus berjuang. Di tahun 1940-an ketika pecah Perang Dunia II, pengkontribusian tenaga laki-laki banyak dikonsentrasikan untuk berperang, saat itu banyak sekali sektor-sektor pekerjaan yang mulanya dikerjakan kaum laki-laki dapat dikerjakan dengan baik oleh kaum perempuan, mulai saat itulah perempuan mulai sadar bahwa mereka sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki. Maraknya gerakan perjuangan perempuan di Eropa menjadi salah satu sumber insprirasi bagi lahirnya gerakan perjuangan perempuan di Indonesia yang dipelopori oleh RA. Kartini sebuah nama yang tidak asing lagi ditelinga kita. Beliau adalah salah satu tokoh pejuang perempuan Indonesia yang pada masanya beliau sangat gigih dalam memperjuangkan ruang-ruang eksistensi kaum perempuan yang pada saat itu memang sedang terjadi pengkebirian, khususnya pemenuhan kebutuhan akan pendidikan education, sungguh ironis fenomena ini muncul karena adanya penyalah gunaan penafsiran atas dogma-dogma sosial dan agama yang berkembang serta diterapkan oleh masyarakat di Indonesia pada saat itu. Perkembangan zaman yang semakin maju membawa pengaruh pada pola berfikir masyarakat, hal ini tentunya akan membawa pada dua sisi ruang pola berfikir positif dan negatif pada ruang perempuan. Asumsi positifnya kaum perempuan lebih bebas untuk mengaktualisasikan eksistensi diri tanpa terbebani oleh tekanan maupun diskriminasi. Asumsi negatifnya ada kekhawatiran dalam menerjemahkan arti kebebasan itu sendiri, kita sering mendengar istilah bias gender, sebenarnya istilah ini muncul lebih diakibatkan oleh pencitraan perempuan itu sendiri. Saat ini kebutuhan kaum perempuan lebih condong pada penyesuaian tuntutan perkembangan zaman, paradigma seperti ini akan membawa dampak yang kurang strategis bagi kaum perempuan. Pemahaman semacam ini mempunyai kecenderungan memaksa sekaligus menjebak kaum perempuan pada kungkungan budaya konsumerisme, propaganda yang didengungkan para produsen kosmetik kecantikan dan produsen jamu perawatan tubuh melalui berbagai macam media iklan dari cetak sampai audio visual, ujung-ujungnya terjadilah proses ketergantungan pada produk-produk kosmetik kecantikan dan jamu perawatan tubuh, lebih parahnya lagi fenomena ini berlangsung di bawah ambang batas kesadaran kaum perempua dan menjadi sesuatu yang amat lazim untuk dilakukan. Bila di kaji lebih dalam segala hal yang diperjuangan oleh para tokoh perempuan sebenarnya lebih diorientasikan pada bentuk kemerdekaan yang sesungguhnya yaitu kemerdekaan serta perlakuan yang sama dan wajar kaum perempuan sebagai manusia disegala sektor termasuk sektor politik, kebudayaan dan kesetaraan akses yang sama dalam sektor pendidikan (education), dalam ruang rumah tangga kesetaraan dalam pengambilan keputusan, rasa memiliki bersama, serta persamaan hak untuk membesarkan anak-anak juga harus menjadi prioritas.


Penulis adalah: Aktifis Perspektif Studies Forum (PSF)

Tidak ada komentar: